Hukum Cadar: Dalil-Dalil Ulama yang Mewajibkan (1)
Pembahasan ini diambil dari rubrik
tanya jawab majalah As Sunnah dan kami mendapatkan naskah ini dari kumpulan
artikel Ustadz Kholid Syamhudi jazaahullahu khairan. Untuk memudahkan
dalam pembacaan, pembahasan ini akan kami bagi menjadi 5 bagian yaitu dalil
para ulama yang mewajibkan (2 bagian), dalil para ulama yang mengatakan tidak
wajib (2 bagian) dan kesimpulan (1 bagian). Kami sarankan pada pembaca untuk
menyimak dengan seksama dalil-dalil yang dipaparkan dalam artikel ini. Selamat
membaca…
Pertanyaan:
Apakah hukum cadar (menutup wajah)
bagi wanita, wajib atau tidak?
Jawaban:
Banyak pertanyaan yang ditujukan
kepada kami, baik secara langsung maupun lewat surat, tentang masalah hukum
cadar (menutup wajah) bagi wanita. Karena banyak kaum muslimin belum memahami
masalah ini, dan banyak wanita muslimah yang mendapatkan problem karenanya,
maka kami akan menjawab masalah ini dengan sedikit panjang. Dalam masalah ini,
para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan wajib, yang lain menyatakan
tidak wajib, namun merupakan keutamaan. Maka di sini -insya Allah- akan
kami sampaikan hujjah masing-masing pendapat itu, sehingga masing-masing pihak
dapat mengetahui hujjah (argumen) pihak yang lain, agar saling memahami
pendapat yang lain.
Dalil yang Mewajibkan
Berikut ini akan kami paparkan
secara ringkas dalil-dalil para ulama yang mewajibkan cadar bagi wanita.
Pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ
مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang
beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan
mereka.” (QS. An Nur: 31)
Allah ta’ala memerintahkan wanita
mukmin untuk memelihara kemaluan mereka, hal itu juga mencakup perintah
melakukan sarana-sarana untuk memelihara kemaluan. Karena menutup wajah
termasuk sarana untuk memelihara kemaluan, maka juga diperintahkan, karena
sarana memiliki hukum tujuan. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 7, karya
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Kedua, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.” (QS. An Nur: 31)
Ibnu Mas’ud berkata tentang
perhiasan yang (biasa) nampak dari wanita: “(yaitu) pakaian” (Riwayat
Ibnu Jarir, dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al Adawi, Jami’ Ahkamin Nisa’
IV/486). Dengan demikian yang boleh nampak dari wanita hanyalah pakaian, karena
memang tidak mungkin disembunyikan.
Ketiga, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى
جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kudung ke dada (dan leher) mereka.”
(QS. An Nur: 31)
Berdasarkan ayat ini wanita wajib
menutupi dada dan lehernya, maka menutup wajah lebih wajib! Karena wajah adalah
tempat kecantikan dan godaan. Bagaimana mungkin agama yang bijaksana ini
memerintahkan wanita menutupi dada dan lehernya, tetapi membolehkan membuka
wajah? (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 7-8, karya Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Keempat, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَايُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka memukulkan
kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nur: 31)
Allah melarang wanita menghentakkan
kakinya agar diketahui perhiasannya yang dia sembunyikan, seperti gelang kaki
dan sebagainya. Hal ini karena dikhawatirkan laki-laki akan tergoda gara-gara
mendengar suara gelang kakinya atau semacamnya. Maka godaan yang ditimbulkan
karena memandang wajah wanita cantik, apalagi yang dirias, lebih besar dari
pada sekedar mendengar suara gelang kaki wanita. Sehingga wajah wanita lebih
pantas untuk ditutup untuk menghindarkan kemaksiatan. (Lihat Risalah
Al-Hijab, hal 9, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, penerbit
Darul Qasim).
Kelima, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَآءِ
الاَّتِي لاَيَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ
ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ
لَّهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang
telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi),
tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. An Nur: 60)
Wanita-wanita tua dan tidak ingin
kawin lagi ini diperbolehkan menanggalkan pakaian mereka. Ini bukan berarti
mereka kemudian telanjang. Tetapi yang dimaksud dengan pakaian di sini adalah pakaian
yang menutupi seluruh badan, pakaian yang dipakai di atas baju (seperti
mukena), yang baju wanita umumnya tidak menutupi wajah dan telapak tangan. Ini
berarti wanita-wanita muda dan berkeinginan untuk kawin harus menutupi wajah
mereka. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 10, karya Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Abdullah bin Mas’ud dan Ibnu Abbas
berkata tentang firman Allah “Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian
mereka.” (QS An Nur:60): “(Yaitu) jilbab”. (Kedua riwayat ini
dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin Nisa
IV/523)
Dari ‘Ashim Al-Ahwal, dia berkata: “Kami
menemui Hafshah binti Sirin, dan dia telah mengenakan jilbab seperti ini, yaitu
dia menutupi wajah dengannya. Maka kami mengatakan kepadanya: “Semoga Allah
merahmati Anda, Allah telah berfirman,
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَآءِ
الاَّتِي لاَيَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ
ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
“Dan perempuan-perempuan tua yang
telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi),
tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan.” (QS.
An-Nur: 60)
Yang dimaksud adalah jilbab. Dia
berkata kepada kami: “Apa firman Allah setelah itu?” Kami menjawab:
وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ
وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan jika mereka berlaku sopan
adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 60)
Dia mengatakan, “Ini menetapkan jilbab.”
(Riwayat Al-Baihaqi. Lihat Jami’ Ahkamin Nisa IV/524)
Keenam, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
“Dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan.” (QS.
An-Nur: 60)
Ini berarti wanita muda wajib
menutup wajahnya, karena kebanyakan wanita muda yang membuka wajahnya,
berkehendak menampakkan perhiasan dan kecantikan, agar dilihat dan dipuji oleh
laki-laki. Wanita yang tidak berkehendak seperti itu jarang, sedang perkara
yang jarang tidak dapat dijadikan sandaran hukum. (Lihat Risalah Al-Hijab,
hal 11, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin, penerbit: Darul Qasim).
Ketujuh, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل
لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن
جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ
غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al Ahzab: 59)
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhu berkata, “Allah memerintahkan kepada istri-istri kaum mukminin,
jika mereka keluar rumah karena suatu keperluan, hendaklah mereka menutupi
wajah mereka dengan jilbab (pakaian semacam mukena) dari kepala mereka. Mereka
dapat menampakkan satu mata saja.” (Syaikh Mushthafa Al-Adawi menyatakan
bahwa perawi riwayat ini dari Ibnu Abbas adalah Ali bin Abi Thalhah yang tidak
mendengar dari ibnu Abbas. Lihat Jami’ Ahkamin Nisa IV/513)
Qatadah berkata tentang firman Allah
ini (QS. Al Ahzab: 59), “Allah memerintahkan para wanita, jika mereka keluar
(rumah) agar menutupi alis mereka, sehingga mereka mudah dikenali dan tidak
diganggu.” (Riwayat Ibnu Jarir, dihasankan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi
di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)
Diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhu berkata, “Wanita itu mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, tetapi
tidak menutupinya.” (Riwayat Abu Dawud, Syaikh Mushthafa Al-Adawi
menyatakan: Hasan Shahih. Lihat Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)
Abu ‘Ubaidah As-Salmani dan lainnya
mempraktekkan cara mengulurkan jilbab itu dengan selendangnya, yaitu
menjadikannya sebagai kerudung, lalu dia menutupi hidung dan matanya sebelah
kiri, dan menampakkan matanya sebelah kanan. Lalu dia mengulurkan selendangnya
dari atas (kepala) sehingga dekat ke alisnya, atau di atas alis. (Riwayat Ibnu
Jarir, dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin
Nisa IV/513)
As-Suyuthi berkata, “Ayat hijab
ini berlaku bagi seluruh wanita, di dalam ayat ini terdapat dalil kewajiban
menutup kepala dan wajah bagi wanita.” (Lihat Hirasah Al-Fadhilah,
hal 51, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Perintah mengulurkan jilbab ini
meliputi menutup wajah berdasarkan beberapa dalil:
- Makna jilbab dalam bahasa Arab adalah: Pakaian yang
luas yang menutupi seluruh badan. Sehingga seorang wanita wajib memakai
jilbab itu pada pakaian luarnya dari ujung kepalanya turun sampai menutupi
wajahnya, segala perhiasannya dan seluruh badannya sampai menutupi kedua
ujung kakinya.
- Yang biasa nampak pada sebagian wanita jahiliah adalah
wajah mereka, lalu Allah perintahkan istri-istri dan anak-anak perempuan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta istri-istri orang mukmin
untuk mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka. Kata idna’ (pada ayat
tersebut يُدْنِينَ -ed) yang ditambahkan huruf (عَلَي) mengandung makna
mengulurkan dari atas. Maka jilbab itu diulurkan dari atas kepala menutupi
wajah dan badan.
- Menutupi wajah, baju, dan perhiasan dengan jilbab
itulah yang dipahami oleh wanita-wanita sahabat.
- Dalam firman Allah: “Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu”, merupakan dalil kewajiban hijab dan menutup wajah bagi
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada
perselisihan dalam hal ini di antara kaum muslimin. Sedangkan dalam ayat
ini istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan
bersama-sama dengan anak-anak perempuan beliau serta istri-istri orang
mukmin. Ini berarti hukumnya mengenai seluruh wanita mukmin.
- Dalam firman Allah: “Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” Menutup
wajah wanita merupakan tanda wanita baik-baik, dengan demikian tidak akan
diganggu. Demikian juga jika wanita menutupi wajahnya, maka laki-laki yang
rakus tidak akan berkeinginan untuk membuka anggota tubuhnya yang lain.
Maka membuka wajah bagi wanita merupakan sasaran gangguan dari laki-laki
nakal/jahat. Maka dengan menutupi wajahnya, seorang wanita tidak akan
memikat dan menggoda laki-laki sehingga dia tidak akan diganggu.
(Lihat Hirasah Al-Fadhilah,
hal 52-56, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah).
Kedelapan, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
لاَّ جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ فِي
ءَابَآئِهِنَّ وَلآ أَبْنَآئِهِنَّ وَلآ إِخْوَانِهِنَّ وَلآ أَبْنَآءِ
إِخْوَانِهِنَّ وَلآ أَبْنَآءِ أَخَوَاتِهِنَّ وَلاَ نِسَآئِهِنَّ وَلاَ
مَامَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ وَاتَّقِينَ اللهَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَى كُلِّ
شَىْءٍ شَهِيدًا
“Tidak ada dosa atas istri-istri
Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak
laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara
laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan,
perempuan-perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan
bertakwalah kamu (hai istri-istri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Menyaksikan segala sesuatu.”
(QS. Al Ahzab: 55)
Ibnu Katsir berkata, “Ketika
Allah memerintahkan wanita-wanita berhijab dari laki-laki asing (bukan mahram),
Dia menjelaskan bahwa (para wanita) tidak wajib berhijab dari karib kerabat
ini.” Kewajiban wanita berhijab dari laki-laki asing adalah termasuk
menutupi wajahnya.
Kesembilan, firman Allah:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا
فَسْئَلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ
وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu
(keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.
Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Ayat ini jelas menunjukkan wanita
wajib menutupi diri dari laki-laki, termasuk menutup wajah, yang hikmahnya
adalah lebih menjaga kesucian hati wanita dan hati laki-laki. Sedangkan menjaga
kesucian hati merupakan kebutuhan setiap manusia, yaitu tidak khusus bagi
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat saja,
maka ayat ini umum, berlaku bagi para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan semua wanita mukmin. Setelah turunnya ayat ini maka Nabi shallallahu
‘alihi wa sallam menutupi istri-istri beliau, demikian para sahabat
menutupi istri-istri mereka, dengan menutupi wajah, badan, dan perhiasan.
(Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal: 46-49, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid,
penerbit Darul ‘Ashimah).
Kesepuluh, firman Allah:
يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ
كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ
فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفًا {32}
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى
وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ
إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ
وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu
tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan
Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 32-33)
Ayat ini ditujukan kepada para istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi hukumnya mencakup
wanita mukmin, karena sebab hikmah ini, yaitu untuk menghilangkan dosa dan
membersihkan jiwa sebersih-bersihnya, juga mengenai wanita mukmin. Dari kedua
ayat ini didapatkan kewajiban hijab (termasuk menutup wajah) bagi wanita dari
beberapa sisi:
- Firman Allah: “Janganlah kamu tunduk dalam
berbicara” adalah larangan Allah terhadap wanita untuk berbicara
secara lembut dan merdu kepada laki-laki. Karena hal itu akan
membangkitkan syahwat zina laki-laki yang diajak bicara. Tetapi seorang
wanita haruslah berbicara sesuai kebutuhan dengan tanpa memerdukan
suaranya. Larangan ini merupakan sebab-sebab untuk menjaga kemaluan, dan
hal itu tidak akan sempurna kecuali dengan hijab.
- Firman Allah: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu”
merupakan perintah bagi wanita untuk selalu berada di dalam rumah, menetap
dan merasa tenang di dalamnya. Maka hal ini sebagai perintah untuk
menutupi badan wanita di dalam rumah dari laki-laki asing.
- Firman Allah: “Dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” adalah
larangan terhadap wanita dari banyak keluar dengan berhias, memakai minyak
wangi dan menampakkan perhiasan dan keindahan, termasuk menampakkan wajah.
(Lihat Hirasah Al-Fadhilah,
hal 39-44, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit, Darul ‘Ashimah).
-
0 komentar:
Posting Komentar