(( المشقة تجلب التيسير ))
HAL-HAL YANG MEMBERATKAN AKAN MENDATANGKAN
KEMUDAHAN
- LANDASAN
KAIDAH
Kaidah
ini dilandaskan pada beberapa ayat berikut dan hadits Nabi
.

1. يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…
" (Qs. Al-Baqarah [2]: 185)
2. وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
"Dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…"
(Qs. Al-Hajj [22]: 78)
3. يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ
الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
"Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah."
(Qs. Al-Nisā [4]: 28)
4. لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
"Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…" (Qs.
Al-Baqarah [2]: 286)
5. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (( إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ
الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا
بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ )).
Dari Abu Hurairah
, dari Nabi
bersabda: "Sesungguhnya agama itu
mudah, tidaklah seseorang bertindak terlalu keras dalam urusan agama kecuali ia
akan terkalahkan. Oleh karena itu, bertindaklah yang tepat, dekatilah
kesempurnaan, berikanlah kabar gembira, dan berusahalah untuk bisa menggunakan
waktu pagi, siang hari dan sebagian waktu malam untuk beribadah."[1]


- PENJELASAN
KAIDAH
Seluruh
syari'at Islam merupakan syari'at yang lurus dan toleran. Lurus dalam masalah
tauhid yang melandaskan masalah ini pada pemurnian ibadah hanya untuk Allah dan
tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain dan toleran dalam seluruh hukum-hukum
yang berlaku dalam Islam dan amal perbuatan orang-orang yang masuk ke dalam
agama ini.
1. Perjalanan
jauh. Diantara keringanan ibadah dalam hal ini: Qashr[2],
berbuka di bulan ramadhan, meninggalkan shalat jum'at, dan lain-lain.
2. Sakit.
Diantara keringanan ibadahnya adalah: bertayammum ketika tidak memungkinkan
untuk menggunakan air, shalat sambil duduk, tidak menghadiri shalat berjama'ah dan
shalat jum'at, dan lain-lain.
3. Pemaksaan.[3]
Diantara keringanannya: tidak dianggapnya pernyataan-pernyataan yang keluar
dari orang yang dipaksa seperti kata cerai dan yang lainnya.
Adapun
perbuatan yang lahir dari paksaan seseorang terhadapnya, maka perlu rincian
sebagai berikut:
Pertama, ketika yang ia lakukan adalah
hal yang boleh dilakukan seseorang saat ia terdesak seperti minum khomr ketika
tidak mendapatkan makanan lain dan ia khawatir meninggal jika tidak minum ini
atau dipaksa memakan bangkai, maka ia boleh bahkan dikatakan wajib untuk
memakannya sebagaimana ia tidak boleh meninggalkan khomr atau bangkai tadi dan
membiarkan dirinya meninggal; dan ketika ia menolak itu, ia dianggap berdosa.
Kedua, ketika apa yang dilakukan
adalah hal-hal yang mendapatkan rukhshah dalam kondisi tertentu untuk
dilakukan walaupun ia harus kehilangan nyawanya ketika ia tidak melakukan hal
tersebut. Seperti pengucapan kata "kufur" dimana ia boleh
memilih antara mengucapkannya atau meninggalkannya.
Ketiga, ketika yang ia lakukan adalah
perbuatan yang terlarang seperti membunuh orang lain. Ia tidak boleh membunuh
orang lain untuk menyelamatkan jiwanya sendiri, dan jika ia lakukan maka ia
berdosa dan wajib atasnya dan orang yang memaksanya untuk di hukum qishash
menurut jumhur ulama.[4]
4. Lupa. Diantara
keringanan yang disebabkan olehnya adalah: tidak batalnya puasa seseorang
ketika ia makan atau minum karena lupa, dan lain-lain.
5. Kebodohan.
Diantara keringanannya adalah terlambatnya orang yang memiliki hak syuf'ah
untuk meminta harta syarikatnya, atau tidak tahunya seseorang kalau yang ia
gunakan adalah harta milik orang lain, sehingga ia tidak terkena hukuman untuk
menjamin barang tersebut.
6. Kesulitan
dan hal yang sangat sering terjadi. Diantara keringanannya adalah dimaafkannya
darah yang sedikit; seperti darah yang keluar dari jerawat, kotoran yang ada
dijalanan yang dilewati yang mengenai pakaian seseorang, dan lain-lain.
7. Kekurangan.
Dan yang dimaksud kekurangan di sini adalah kondisi yang ada pada seseorang
baik fisik maupun mentalnya yang menyebabkan dirinya tidak mampu untuk
melaksanakan perintah syari'at. Keringanan yang ada diantaranya adalah tidak
terkenanya taklif baik berupa larangan ataupun perintah bagi anak kecil
dan orang gila, dan lain-lain.
- PENERAPAN
KAIDAH
Diantara
penerapan kaidah ini adalah: dimaafkannya darah yang sedikit yang hukum asalnya
najis, dibolehkannya seseorang hanya beristijmar dari istinja, dimaafkannya
tanah yang menempel di tubuh atau pakaian kita dari jalanan yang mungkin ada
najis di sana, dibolehkannya mencuci kencing anak laki-laki yang belum memakan
makanan hanya dengan memercikkan air saja, kemudian berlakunya kaidah bahwa
hukum asal segala sesuatu adalah suci dan halal.
Masuk
dalam kaidah ini juga tentang dibolehkannya hal-hal yang diharamkan bagi orang
yang terdesak dan sangat membutuhkan; seperti makan bangkai atau minum khomr
bagi orang yang khawatir dirinya akan meninggal jika tidak mengkonsumsinya.
Diantara
penerapan penting bagi kaidah ini adalah ketika anggota keluarga dan sanak
saudaranya harus ikut menanggung diyat pembunuhan salah atau yang serupa dengan
pembunuhan sengaja dikarenakan dirinya tidak bermaksud untuk membunuh. Maka
diyatnya akan ditanggung bersama oleh anggota keluarga dan saudara sesuai dengan
kemampuan masing-masing dan diberi jangka sampai tiga tahun.
- CABANG-CABANG
KAIDAH
1.
Al-Dharūrāt tubīhu al-mahdzūrāt (kondisi-kondisi terdesak dapat
menjadikan hal-hal yang hukum asalnya haram menjadi boleh).
2.
Diantara cabang kaidah ke empat ini adalah cabang-cabang yang ada pada kaidah
ke tiga.
[3] Yang tentunya didasarkan pada
beberapa syarat, yaitu: pertama, orang yang memaksa ini benar-benar akan
melakukan apa yang hendak ia paksakan. Kedua, orang yang dipaksa merasa
ketakutan dengan paksaan itu dan membuat ia melakukan hal yang terlarang. Ketiga,
paksaan itu berupa sesuatu yang bisa mengakibatkan nyawa seseorang melayang
atau hilangnya anggota tubuhnya atau berupa hukuman keras yang tidak mampu ia
hadapi, termasuk didalamnya adalah ancaman terhadap harta jika sangat banyak. (al-wajiz
fii ushul al-fiqh, Dr. Abd al-Karim Zaedān).
[4] Sedangkan menurut Abu Hanifah yang di qishash adalah orang yang memaksa,
sedangkan orang yang dipaksa ini ibarat alat saja. (al-wajiz fii ushul
al-fiqh, Dr. Abd al-Karim Zaedān).
0 komentar:
Posting Komentar