Kamis, 26 Juli 2012

KAIDAH IV

0 komentar


 

(( المشقة تجلب التيسير ))
HAL-HAL YANG MEMBERATKAN AKAN MENDATANGKAN KEMUDAHAN

  1. LANDASAN KAIDAH
Kaidah ini dilandaskan pada beberapa ayat berikut dan hadits Nabi n.
1.      يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ    
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu… " (Qs. Al-Baqarah [2]: 185)
2.      وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ  
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…" (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
3. يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا  
"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah." (Qs. Al-Nisā [4]: 28)
4. لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا    
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…" (Qs. Al-Baqarah [2]: 286)

5. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (( إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ )).
Dari Abu Hurairah a, dari Nabi n bersabda: "Sesungguhnya agama itu mudah, tidaklah seseorang bertindak terlalu keras dalam urusan agama kecuali ia akan terkalahkan. Oleh karena itu, bertindaklah yang tepat, dekatilah kesempurnaan, berikanlah kabar gembira, dan berusahalah untuk bisa menggunakan waktu pagi, siang hari dan sebagian waktu malam untuk beribadah."[1]

  1. PENJELASAN KAIDAH
Seluruh syari'at Islam merupakan syari'at yang lurus dan toleran. Lurus dalam masalah tauhid yang melandaskan masalah ini pada pemurnian ibadah hanya untuk Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain dan toleran dalam seluruh hukum-hukum yang berlaku dalam Islam dan amal perbuatan orang-orang yang masuk ke dalam agama ini.
Para ulama mengatakan bahwa dari kaidah ini terlahir seluruh rukhshah (keringanan) dalam beribadah yang ada dalam syari'at Islam. Adapun sebab adanya keringanan-keringanan itu atau masyaqqoh yang membuat seseorang mendapatkan keringanan dalam beribadah adalah:
1.      Perjalanan jauh. Diantara keringanan ibadah dalam hal ini: Qashr[2], berbuka di bulan ramadhan, meninggalkan shalat jum'at, dan lain-lain.
2.      Sakit. Diantara keringanan ibadahnya adalah: bertayammum ketika tidak memungkinkan untuk menggunakan air, shalat sambil duduk, tidak menghadiri shalat berjama'ah dan shalat jum'at, dan lain-lain.
3.      Pemaksaan.[3] Diantara keringanannya: tidak dianggapnya pernyataan-pernyataan yang keluar dari orang yang dipaksa seperti kata cerai dan yang lainnya.
Adapun perbuatan yang lahir dari paksaan seseorang terhadapnya, maka perlu rincian sebagai berikut:
Pertama, ketika yang ia lakukan adalah hal yang boleh dilakukan seseorang saat ia terdesak seperti minum khomr ketika tidak mendapatkan makanan lain dan ia khawatir meninggal jika tidak minum ini atau dipaksa memakan bangkai, maka ia boleh bahkan dikatakan wajib untuk memakannya sebagaimana ia tidak boleh meninggalkan khomr atau bangkai tadi dan membiarkan dirinya meninggal; dan ketika ia menolak itu, ia dianggap berdosa.
Kedua, ketika apa yang dilakukan adalah hal-hal yang mendapatkan rukhshah dalam kondisi tertentu untuk dilakukan walaupun ia harus kehilangan nyawanya ketika ia tidak melakukan hal tersebut. Seperti pengucapan kata "kufur" dimana ia boleh memilih antara mengucapkannya atau meninggalkannya.
Ketiga, ketika yang ia lakukan adalah perbuatan yang terlarang seperti membunuh orang lain. Ia tidak boleh membunuh orang lain untuk menyelamatkan jiwanya sendiri, dan jika ia lakukan maka ia berdosa dan wajib atasnya dan orang yang memaksanya untuk di hukum qishash menurut jumhur ulama.[4]
4.      Lupa. Diantara keringanan yang disebabkan olehnya adalah: tidak batalnya puasa seseorang ketika ia makan atau minum karena lupa, dan lain-lain.
5.      Kebodohan. Diantara keringanannya adalah terlambatnya orang yang memiliki hak syuf'ah untuk meminta harta syarikatnya, atau tidak tahunya seseorang kalau yang ia gunakan adalah harta milik orang lain, sehingga ia tidak terkena hukuman untuk menjamin barang tersebut.
6.      Kesulitan dan hal yang sangat sering terjadi. Diantara keringanannya adalah dimaafkannya darah yang sedikit; seperti darah yang keluar dari jerawat, kotoran yang ada dijalanan yang dilewati yang mengenai pakaian seseorang, dan lain-lain.
7.      Kekurangan. Dan yang dimaksud kekurangan di sini adalah kondisi yang ada pada seseorang baik fisik maupun mentalnya yang menyebabkan dirinya tidak mampu untuk melaksanakan perintah syari'at. Keringanan yang ada diantaranya adalah tidak terkenanya taklif baik berupa larangan ataupun perintah bagi anak kecil dan orang gila, dan lain-lain.

  1. PENERAPAN KAIDAH
Diantara penerapan kaidah ini adalah: dimaafkannya darah yang sedikit yang hukum asalnya najis, dibolehkannya seseorang hanya beristijmar dari istinja, dimaafkannya tanah yang menempel di tubuh atau pakaian kita dari jalanan yang mungkin ada najis di sana, dibolehkannya mencuci kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan hanya dengan memercikkan air saja, kemudian berlakunya kaidah bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci dan halal.
Masuk dalam kaidah ini juga tentang dibolehkannya hal-hal yang diharamkan bagi orang yang terdesak dan sangat membutuhkan; seperti makan bangkai atau minum khomr bagi orang yang khawatir dirinya akan meninggal jika tidak mengkonsumsinya.
Diantara penerapan penting bagi kaidah ini adalah ketika anggota keluarga dan sanak saudaranya harus ikut menanggung diyat pembunuhan salah atau yang serupa dengan pembunuhan sengaja dikarenakan dirinya tidak bermaksud untuk membunuh. Maka diyatnya akan ditanggung bersama oleh anggota keluarga dan saudara sesuai dengan kemampuan masing-masing dan diberi jangka sampai tiga tahun.

  1. CABANG-CABANG KAIDAH
1. Al-Dharūrāt tubīhu al-mahdzūrāt (kondisi-kondisi terdesak dapat menjadikan hal-hal yang hukum asalnya haram menjadi boleh).
2. Diantara cabang kaidah ke empat ini adalah cabang-cabang yang ada pada kaidah ke tiga.



[1] HR. Bukhari.
[2]  Menyingkat shalat yang berjumlah 4 raka'at dilakukan hanya dua raka'at saja.
[3] Yang tentunya didasarkan pada beberapa syarat, yaitu: pertama, orang yang memaksa ini benar-benar akan melakukan apa yang hendak ia paksakan. Kedua, orang yang dipaksa merasa ketakutan dengan paksaan itu dan membuat ia melakukan hal yang terlarang. Ketiga, paksaan itu berupa sesuatu yang bisa mengakibatkan nyawa seseorang melayang atau hilangnya anggota tubuhnya atau berupa hukuman keras yang tidak mampu ia hadapi, termasuk didalamnya adalah ancaman terhadap harta jika sangat banyak. (al-wajiz fii ushul al-fiqh, Dr. Abd al-Karim Zaedān).
[4] Sedangkan menurut Abu Hanifah  yang di qishash adalah orang yang memaksa, sedangkan orang yang dipaksa ini ibarat alat saja. (al-wajiz fii ushul al-fiqh, Dr. Abd al-Karim Zaedān).

0 komentar:

Posting Komentar